oleh : Wawan Firmana
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Tawuran pelajar.
Kata-kata ini sudah ada sejak dulu kala hingga kini. Bila kita melihat atau
memperhatikan di berita-berita media elektronik atau media cetak baru-baru ini
ataupun secara langsung dilingkungan sekitar kita lebih khususnya di wilayah
perkotaan. Tentu kita akan mendapati sebuah berita atau fenomena yang dapat
dikatakan klasik tentang perkelahian remaja sekolah yang melibatkan banyak
remaja yaitu tawuran pelajar. Mengapa saya katakan klasik karena peristiwa
tersebut sudah kerap sekali terjadi. Dari perkelahian tersebut banyak memakan
korban baik luka ringan sampai pada kematian. Akibat dari hal tersebut sudah
tentu sangat menghawatirkan segenap lapisan masyarakat bahkan sampai ke tingkat
yang lebih tinggi, mengancam masa depan bangsa dan Negara Indonesia
karena menyangkut masa depan generasi muda yang moralnya kian merosot.
Berangkat dari fenomena
tawuran pelajar tersebut maka saya mencoba mengangkat dalam bentuk makalah ini
yang saya beri judul Makalah Filsafat Sebagai Solusi Masalah Kehidupan
(Analisis Kritis Masalah Tawuran Pelajar) Filsafat sebagaimana kita ketahui
adalah Ilmu yang mengedepankan pemikiran yang mendalam dalam setiap sendi
kehidupan sehingga diharapkan Filsafat mampu menyelesaikan berbagai masalah
sosial khususnya dalam mengatasi perkelahian atau tawuran pelajar yang sering
terjadi di Indonesia pada umumnya.
B. TUJUAN
Makalah ini bertujuan
sebagai bahan referensi alternatif dan belajar dalam menanggapi masalah
perkelahian remaja atau tawuran pelajar yang kerap terjadi sehingga kita mampu
mengurai berbagai sebab-sebab terjadinya dan sama-sama mencarikan solusi yang
terbaik yang dikaitkan dengan belajar Filsafat.
BAB II PEMBAHASAN
A. Landasan
Teori
1. Pengertian
Filsafat
Filsafat adalah pandangan
hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai
kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap
seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam
dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala
hubungan.
Disamping itu,
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak
didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi
dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika. Untuk studi
filsafat, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.
a. Ciri-Ciri
Berfikir Menggunakan Filsafat :
1. Berfikir
dengan menggunakan disiplin berpikir yang tinggi ( logis).
2. Berfikir
secara sistematis.
3. Menyusun
suatu skema konsepsi dalam mencari solusi (radikal), dan
4. Menyeluruh
(universal).
b. Manfaat
filsafat dalam kehidupan adalah :
1. Sebagai
dasar dalam bertindak.
2. Sebagai
dasar dalam mengambil keputusan.
3. Untuk
mengurangi salah paham dan konflik.
4. Untuk
bersiap siaga menghadapi situasi dunia yang selalu berubah.
2. Pengertian
Tawuran Pelajar
Satuan Tugas Perlindungan
Anak menilai tawuran merupakan ekspresi kekerasan pelajar. Ekspresi ini dapat
disebabkan beberapa faktor, seperti lemahnya pengasuhan dan ketahanan keluarga,
misalnya pendidikan yang tidak ramah anak, yang tak berorientasi pada
pengetahuan. Juga karena lingkungan yang anarkistis dan mempertontonkan
kekerasan.
Perkelahian, atau yang
sering disebut tawuran, sering terjadi di antara pelajar. Bahkan bukan “hanya”
antar pelajar SMU, tapi juga sudah melanda sampai ke kampus-kampus. Ada yang
mengatakan bahwa berkelahi adalah hal yang wajar pada remaja. Di kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan, tawuran ini sering terjadi.
B. Dinamika
Masalah Tawuran Pelajar
Data di Jakarta misalnya
(Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar.
Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995
terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat
lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota
Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat
dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan
sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat
sekaligus.
Penyebab tawuran antar
pelajar ini pada umumnya adalah adanya sejarah turun-temurun
tawuran antar sekolah. Di jakarta pada periode 1980-an, SMA 7 Gambir,
Jakarta, terlibat konflik dengan STM Boedi Oetomo Pejambon, semenjak itu sering
terjadi tawuran antar sekolah ini. Kemudian, pada awal tahun 1990-an, SMA 7
dipindahkan ke wilayah Karet Pejompongan untuk memutus tawuran dengan STM Boedi
Oetomo. Kasus yang sama banyak terjadi di berbagai kota di Indonesia.
Namun masih banyak yang tanpa penyelesaian sehingga tawuran terus terjadi.
Menurut data Komnas
Perlindungan Anak yang terbaru tahun 2012, jumlah tawuran pelajar tahun
ini sebanyak 339 kasus dan memakan korban jiwa 82 orang. Tahun sebelumnya,
jumlah tawuran antar-pelajar sebanyak 128 kasus. Kasus terakhir aksi
tawuran antarpelajar SMAN 70 dan SMAN 6 yang menewaskan Alawi (15 tahun) serta
dua anak yang luka berat yang belum diketahui identitasnya.
Pandangan umum masyarakat
terhadap penyebab tawuran pelajar sering dituduhkan, pelajar yang berkelahi
berasal dari Sekolah Kejuruan, berasal dari keluarga dengan ekonomi yang lemah.
Data di Jakarta tidak mendukung hal ini. Dari 275 sekolah yang sering terlibat
perkelahian, 77 di antaranya adalah Sekolah Menengah Umum. Begitu juga dari
tingkat ekonominya, yang menunjukkan ada sebagian pelajar yang sering berkelahi
berasal dari keluarga mampu secara ekonomi. Tuduhan lain juga sering
dialamatkan ke sekolah yang dirasa kurang memberikan pendidikan agama dan moral
yang baik. Begitu juga pada keluarga yang dikatakan kurang harmonis dan sering
tidak berada di rumah.
Padahal penyebab
perkelahian pelajar tidaklah sesederhana itu. Terutama di kota besar,
masalahnya sedemikian kompleks, meliputi faktor sosiologis, budaya, psikologis,
juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang padat misalnya),
serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota.
C. Penyebab
Perkelahian/Tawuran Pelajar
Secara psikologis,
perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu
bentuk kenakalan remaja (juvenile deliquency). Kenakalan remaja,
dalam hal perkelahian, dapat digolongkan ke dalam 2 jenis delikuensi yaitu:
1. Delikuensi
situasional, perkelahian terjadi karena adanya situasi yang “mengharuskan”
mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya muncul akibat adanya kebutuhan untuk
memecahkan masalah secara cepat.
2.
Delikuensi sistematik, para remaja yang terlibat perkelahian itu berada di
dalam suatu organisasi tertentu atau geng. Di sini ada aturan, norma dan
kebiasaan tertentu yang harus diikuti angotanya, termasuk berkelahi. Sebagai
anggota, mereka bangga kalau dapat melakukan apa yang diharapkan oleh
kelompoknya.
D. Faktor-Faktor
Penyebab Tawuran Pelajar
Dalam pandangan
psikologi, setiap perilaku merupakan interaksi antara kecenderungan di dalam
diri individu (sering disebut kepribadian, walau tidak selalu tepat) dan
kondisi eksternal. Begitu pula dalam hal perkelahian pelajar. Bila dijabarkan,
terdapat sedikitnya 4 faktor psikologis mengapa seorang remaja terlibat
perkelahian pelajar.
1. Faktor
internal.
Remaja yang terlibat
perkelahian biasanya kurang mampu melakukan adaptasi pada situasi lingkungan
yang kompleks. Kompleks di sini berarti adanya keanekaragaman pandangan,
budaya, tingkat ekonomi, dan semua rangsang dari lingkungan yang makin lama
makin beragam dan banyak.
Situasi ini biasanya menimbulkan
tekanan pada setiap orang. Tapi pada remaja yang terlibat perkelahian, mereka
kurang mampu untuk mengatasi, apalagi memanfaatkan situasi itu untuk
pengembangan dirinya. Mereka biasanya mudah putus asa, cepat melarikan diri
dari masalah, menyalahkan orang/pihak lain pada setiap masalahnya, dan memilih
menggunakan cara tersingkat untuk memecahkan masalah. Pada remaja yang sering
berkelahi, ditemukan bahwa mereka mengalami konflik batin, mudah frustrasi,
memiliki emosi yang labil, tidak peka terhadap perasaan orang lain, dan
memiliki perasaan rendah diri yang kuat. Mereka biasanya sangat membutuhkan
pengakuan.
2. Faktor
keluarga.
Rumah tangga yang
dipenuhi kekerasan (entah antar orang tua atau pada anaknya) jelas berdampak
pada anak. Anak, ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian
dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula.
Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika remaja akan
tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan
identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan
menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari
identitas yang dibangunnya.
3. Faktor
sekolah.
Sekolah pertama-tama bukan
dipandang sebagai lembaga yang harus mendidik siswanya menjadi sesuatu. Tetapi
sekolah terlebih dahulu harus dinilai dari kualitas pengajarannya. Karena itu,
lingkungan sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar (misalnya
suasana kelas yang monoton, peraturan yang tidak relevan dengan pengajaran,
tidak adanya fasilitas praktikum, dsb.) akan menyebabkan siswa lebih senang
melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Baru setelah itu
masalah pendidikan, di mana guru jelas memainkan peranan paling penting.
Sayangnya guru lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan, serta
sebagai tokoh otoriter yang sebenarnya juga menggunakan cara kekerasan (walau
dalam bentuk berbeda) dalam “mendidik” siswanya.
4. Faktor
lingkungan.
Lingkungan di antara
rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap
munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan
anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana
transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota
(bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk
belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional yang
berkembang mendukung untuk munculnya perilaku berkelahi.
E. Dampak
Perkelahian/Tawuran Pelajar
Jelas bahwa tawuran
pelajar ini merugikan banyak pihak. Paling tidak ada empat kategori dampak
negatif dari perkelahian pelajar, yaitu:
Pertama, pelajar (dan
keluarganya) yang terlibat perkelahian sendiri jelas mengalami dampak negatif
pertama bila mengalami cedera atau bahkan tewas.
Kedua, rusaknya fasilitas
umum seperti bus, halte dan fasilitas lainnya, serta fasilitas pribadi seperti
kaca toko dan kendaraan.
Ketiga, terganggunya
proses belajar di sekolah. Terakhir, mungkin adalah yang paling dikhawatirkan
para pendidik, adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi,
perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain.
Para pelajar itu belajar
bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah
mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai.
Akibat yang terakhir ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap
kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia.
F. Hubungan
Tawuran Pelajar dengan Belajar Filsafat
Dari uraian masalah
sosial tawuran pelajar diatas saya mencoba menghubung-kannya dengan belajar
Filsafat. Dalam hal ini Ilmu Filsafat dapat digunakan untuk mencegah terjadinya
masalah sosial yaitu setiap pihak harus berfikir secara menyeluruh dan mendalam
tentang penyebab-penyebab serta faktor-faktor yang dapat menimbulkan masalah
sosial dalam hal ini tentang tawuran pelajar yang kerap terjadi dalam
masyarakat Indonesia terutama di lingkungan perkotaan.
Dari pengertian Filsafat
dapat digunakan sebagai ilmu, Filsafat digunakan sebagai cara berfikir serta
Filsafat sebagai pandangan hidup maka tentu akar permasalahan perkelahian atau
tawuran pelajar tersebut seharusnya dapat dicegah mulai dari diri sendiri,
mulai dari yang kecil dan mulai saat ini sehingga masalah tawuran pelajar ini
tidak akan terjadi lagi.
Didalam Filsafat juga
terdapat Filsafat Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi
manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun
karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan
hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan
bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis,
dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah
filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Dengan
demikian jelas sudah Filsafat ada hubungannya dengan masalah tawuran pelajar
karena tawuran pelajar itu sendiri berasal dari dunia pendidikan yang notabene
juga mempunyai filsafat tersendiri.
G. Solusi
Mengatasi Tawuran Pelajar
Dari pelbagai uraian
masalah tawuran pelajar diatas maka tugas Filsafat yaitu mencari penyelesaiannya
dengan berfikir secara mendalam, sistematis, dan universal tentang sebab-sebab,
faktor-faktor yang menimbulkan masalah sosial Tawuran Pelajar. sehingga dapat
menghasilkan solusi yang tepat dan juga cermat. Berikut diantaranya solusi
mengatasi masalah perkelahian atau tawuran pelajar.
1. Membuat
Peraturan Sekolah Yang Tegas
Bagi siswa siswi yang
terlibat dalam tawuran akan dikeluarkan dari sekolah. Jika semua siswa terlibat
tawuran maka sekolah akan memberhenti-kan semua siswa dan melakukan penerimaan
siswa baru dan pindahan. Setiap pelajar siswa-siswi harus dibuat takut dengan
berbagai hukuman yang akan diterima jika ikut serta dalam aksi tawuran. Bagi
yang membawa senjata tajam dan senjata khas tawuran lainnya juga harus diberi
sanksi.
2. Memberikan
Pendidikan Anti Tawuran
Pelajar diberikan
pemahaman tentang tata cara menghancurkan akar-akan penyebab tawuran dengan
melakukan tindakan-tindakan tanpa kekerasan jika terjadi suatu hal, selalu
berperilaku sopan dan melaporkan rencana pelajar-pelajar badung yang
merencanakan penyerangan terhadap pelajar sekolah lain
3. Memisahkan
Pelajar Berotak Kriminal dari Yang Lain.
Setiap manusia memiliki
sifat bawaan masing-masing. Ada yang baik, yang sedang dan ada yang kriminil.
Daripada menularkan sifat jahatnya kepada siswa yang lain lebih baik
diidentifikasi dari awal dan dilakukan bimbingan konseling tingkat tinggi untuk
menghilangkan sifat-sifat jahat dari diri siswa tersebut. Jika tidak bisa dan
tetap berpotensi tinggi membahayakan yang lain segera keluarkan dari sekolah.
4. Kolaborasi
Belajar Bersama Antar Sekolah
Selama ini belajar di
sekolah hanya di situ-situ saja sehingga tidak saling kenal mengenal antar
pelajar sekolah yang satu dengan yang lainnya. Seharusnya ada kegiatan belajar
gabungan antar sekolah yang berdekatan secara lokasi dan memiliki kecenderungan
untuk terjadi tawuran pelajar. Dengan saling kenal mengenal karena sering
bertemu dan berinteraksi maka jika terjadi masalah tidak akan lari ke tawuran
pelajar, namun diselesaikan dengan cara baik-baik.
5. Mengadakan
Program Ekstrakurikuler yang melibatkan berbagai sekolah
Pihak sekolah bisa
mewajibkan semua siswanya untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sesuai minat
siswa-siswa di tiap sekolah. Misalnya rutin mengadakan pertandingan olahraga
tahunan antar masing-masing sekolah. Seminar antar sekolah, pecinta alam,
pramuka dan school meeting yang melibatkan banyak siswa antar sekolah yang
sering terlibat tawuran.
6. Upaya
Damai semua pihak yang terlibat tawuran
Upaya lain yang bisa
dilakukan adalah sekolah-sekolah yang bertikai melakukan perdamaian dengan
mengadakan “jalan sehat damai bersama” dengan menyertakan keluarga
masing-masing dengan melibatkan pihak pemerintah, tokoh masyarakat,
sponsor dan sebagainya. Acara-acara seperti itu juga bisa diisi dengan
lomba-lomba yang menyenangkan dan diagendakan setiap tahun. masing-masing pihak
sekolah dengan bantuan tokoh masyarakat sekitar memediasi siswa antar sekolah
melakukan perdamaian dengan rutin mengadakan pertandingan olahraga
tahunan antar masing-masing sekolah.
7. Peran
Aktiv Pemerintah Dalam Hal Ini Dinas Pendidikan
Langkah preventif yang
harus dilakukan Dinas Pendidikan adalah melakukan penyelidikan dan evaluasi ke
setiap sekolah-sekolah. Sekolah -sekolah yang ada dendam dan sering tawuran
dilakukan mediasi dengan bantuan tokoh masyarakat setempat. Begitu juga
dengan pihak sekolah terkait, bila ada isu-isu pelajar sekolahnya berkonflik
dengan sekolah lain harus segera dilakukan upaya damai, jangan lagi dibiarkan.
Pihak Dinas pendidikan
juga bisa memasukkan sekolah-sekolah yang sering tawuran ke buku hitam, jika
dalam jangka waktu tertentu masih saja tawuran, maka sekolah-sekolah tersebut
ditutup. Bagi pihak sekolah yang terlibat bisa membuat peraturan bagi yang
terlibat tawuran dikeluarkan dari sekolah dan siswa yang bersangkutan tidak
boleh lagi melanjutkan sekolah di kota tersebut baik di negeri maupun swasta.
Peraturan yang memang “kurang adil” ini harus didukung untuk memutus rantai
tawuran.
8. Mendampingi
para pelaku yang terlibat perkelahian atau tawuran pelajar.
Mulai dari orang tua,
masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, pihak sekolah guru dan para
siswa, pemerintah dalam hal ini harus membuat kebijakan yang tepat dalam
mendampingi pelaku tawuran pelajar. jangan membiarkan pelaku tawuran semakin
menjadi-jadi dan tidak dihiraukan. Oleh sebab itu dibutuhkan lembaga atau
tenaga sukarela yang bersedia membimbing para pelaku tawuran pelajar sehingga
diharapkan berubah dan menjadi giat menuntut ilmu lagi.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian
diatas maka saya dapat menyimpulkan bahwa kita harus menerapkan filsafat untuk
mencari penyelesaian yang tepat dan juga cermat secara sistematis dan
universal. Tidak hanya melihat sisi yang biasa terlihat tetapi menggali semua
faktor-faktor penyebab tawuran tersebut. Sehingga kita bisa memberikan solusi
atau pemecahan masalah yang terbaik supaya tawuran ini tidak terjadi lagi.
Intinya semua masalah harus diselesaikan dengan cara memikirkan secara mendalam
sampai kepada akar-akar permasalahannya sehingga dapat dibenahi.
Dalam penyelesaiannya pun
harus melibatkan semua komponen, baik dari pemerintah, lapisan masyarakat,
maupun orang tua dan pihak sekolah yang terlibat. Karena tawuran sendiri dipicu
oleh ketidakmampuan orang dewasa memahami dunia anak, energi yang tidak
tersalurkan dengan baik, dan fasilitas yang terbatas. Kemudian tekanan sistem
pendidikan yang membuat anak stres, pengaruh kelompok atau pergaulan, juga
pendapat dan suara anak yang tidak didengarkan. Serta kurangnya penghargaan
terhadap anak dan pemanfaatan waktu luang, Untuk mengurangi ekspresi kekerasan
ini, sudah semestinya semua kita segera berbenah menjadi pribadi yang baik dan
juga selalu mengajarkan pada kebaikan dan mencegah kerusakan.
B. Saran
Pemerintah dalam hal ini
Dinas Pendidikan harus memberikan bimbingan yang berkelanjutan pada pelaku
tawuran. Misalnya mendirikan lembaga khusus atau tenaga perorngan atau kelompok
yang difasilitasi oleh pemerintah yang bekerjasama dengan sekolah terlebih kepada
orang tua dalam upaya mengembalikan pelaku-pelaku tawuran agar tetap semangat
belajar sendiri sehingga tetap mampu mandiri.dan berubah menjadi lebih baik.
Jangan dibiarkan begitu saja para pelaku tawuran karena mereka merupakan
generasi penerus. Bila moral mereka semakin memburuk tentu akan lebih
menyusahkan dikemudian hari.
Terakhir bagi orang
tua yang akan menyekolahkan anaknya carilah informasi mengenai sekolah yang
akan dimasuki, jika sekolah tersebut punya latar belakang tawuran antar sekolah
dan masih berlanjut, sebaiknya hindari memasukkan anak ke sekolah tersebut.
Carilah sekolah yang tidak bermasalah. Orangtua juga musti mengawasi pergaulan
sang anak baik dilingkungan tempat tinggal maupun sekolahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi Asmoro,2001,Filsafat
Umum,Jakarta:Rajawali Pers
Wikipedia.org
Blog Sander Diki
Zulkarnaen, M.Psi.blogger.com
TEMPO.COM
0 komentar:
Posting Komentar