BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
K.H. Ahmad Dahlan merupakan salah
satu icon terbesar dan tersohor dari ribuan tokoh intelektual muslim
yang pernah dimiliki bangsa Indonesia, yang dalam kehidupannya menjadi sosok
pejuang yang mampu memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Salah satu bukti yang terekam oleh
sejarah adalah K.H. Ahmad Dahlan memberikan
kontribusi terhadap bangsa dan negara khususnya dalam dunia pendidikan. Dalam
hal ini yang dimaksud kontribusi yang diberikan pada bangsa dan negara adalah
mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang sebagi wujud perlawanan dari
penjajah yang pada waktu itu mendominasi sistem pendidikan di Indonesia.
Bangsa yang baik adalah bangsa yang senantiasa menghargai jasa dan
perjuangan pahlawannya. Kemajuan dibidang kebudayaan, peradaban, pemikiran dan
pendidikan yang dirasakan saat ini, adalah hasil dan buah dari perjuangan
pendahulu kita dimasa lalu. Kaitannya dengan pendidikan Islam, maka sumbangsih
pemikiran beliau menjadi memori sejarah dalam
perjuangan bangsa Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana riwayat hidup K.H. Ahmad Dahlan?
2. Bagaimana pemikiran K.H. Ahmad Dahlan tentang sistem pendidikan Islam?
C. TUJUAN
1. Untuk menambah ilmu dan wawasan kita tentang tokoh K.H. Ahmad Dahlan dan
pemikiran-pemikiran beliau terkait dengan pendidikan Islam di Indonesia.
2. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Singkat K.H. Ahmad Dahlan
K.H. Ahmad Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1968 M. Nama
kecilnya adalah Muhammad Darwisy dan merupakan anak keempat dari K.H. Abu Bakar
dan ibunya merupakan putri dari H. Ibrahim. Ia merupakan anak keempat dari
tujuh orang bersudara. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas
dari maulana malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka
diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan
pengembangan Islam di tanah Jawa.
Untuk mempelajari ilmu-ilmu agama ia berpindah dari satu sekolah ke sekolah
lainnya. Ia memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikannya ke Mekah pada tahun
1890.[2] Di sinilah Ia berinteraksi dengan pemikir-pemikir pembaharu
dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afgani, Rasyid Ridha, dan Ibnu
Taimiyah.
Pemikiran
tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang
besar padanya. Melalui kitab-kitab yang dikarang oleh reformer Islam, telah
membuka wawasan beliau tentang universalitas Islam. Ide-ide tentang
reenterpretasi Islam dengan gagasan kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah
mendapat perhatian khususnya saat itu. Ia juga merupakan murid Syaikh Ahmad
Khatib (1899-1916), tokoh kelahiran Indonesia yang saat
itu menempati posisi tertinggi dalam penguasaannya atas ilmu-ilmu agama di
Mekkah.[3] Sekembalinya dari Mekkah tahun
1905 ia menikah dengan Siti Walidah, anak perempuan seorang hakim di Yogyakarta
yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional dan
pendiri Aisyiyah.
Karena gajinya sebagai khatib tidak mencukupi untuk memenuhi keperluannnya
sehari-hari, ia berdagang batik. Ini
membawanya ke hampir semua daerah di Jawa dan memberinya kesempatan untk menyampaikan
gagasan-gagasannya kepada kaum Muslim yang menonjol di daerah masing-masing. Ahmad
Dahlan mendirikan sebuah organisasi Islam yaitu Muhammadiyah pada tanggal 18
November 1912. KH. Ahmad Dahlan meletakkan batu pertama ke
organisasian Islam dengan Muhammadiyah.
B. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan Tentang Sistem Pendidikan Islam
K.H Ahmad Dahlan adalah
tipe man of action sehingga sudah pada tempatnya apabila mewariskan
cukup banyak amal usaha bukan tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri
bagaimana orientasi filosofis pendidikan Beliau mesti lebih banyak merujuk pada
bagaimana beliau membangun sistem pendidikan. Namun naskah pidato terakhir
beliau yang berjudul Tali Pengikat Hidup menarik untuk dicermati
karena menunjukkan secara eksplisit konsen Beliau terhadap pencerahan akal suci
melalui filsafat dan logika.
Sedikitnya ada tiga kalimat kunci yang
menggambarkan tingginya minat Beliau dalam pencerahan akal, yaitu:
a)
Pengetahuan
tertinggi adalah pengetahuan tentang kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan
sikap kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal sehat dan istiqomah terhadap
kebenaran akali dengan di dasari hati yang suci.
b)
Akal
adalah kebutuhan dasar hidup manusia
c)
Ilmu mantiq
atau logika adalah pendidikan tertinggi bagi akal manusia yang hanya akan
dicapai hanya jika manusia menyerah kepada petunjuk Allah SWT.
Dunia pendidikan pada gilirannya
mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang sebenarnya. Seiring dengan
bergulirnya politik etis atau politik asosiasi (sejak tahun 1901), ekspansi
sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola baru penjajahan yang dalam jangka
panjang diharapkan dapat menggeser lembaga pendidikan Islam semacam pondok
pesantren.
Pendidikan di Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikan
sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang
berhubungan dengan agama, dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar
ajaran-ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan pada dualisme sistem (filsafat) pendidikan ini K.H.
Ahmad Dahlan “gelisah”, bekerja keras sekuat tenaga untuk
mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua sistem pendidikan itu.
Cita-cita pendidikan yang digagas Beliau adalah lahirnya manusia-manusia
baru yang mampu tampil
sebagai “ulama-intelek” atau“intelek-ulama”, yaitu seorang
muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan
rohani. Namun, ide Beliau tentang model pendidikan integralistik yang mampu
melahirkan muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem
pendidikan integralistik inilah sebenarnya warisan yang mesti kita eksplorasi
terus sesuai dengan konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa
berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi
perkembangan.
1. Definisi pendidikan Islam
K.H. Ahmad Dahlan berpendapat, bahwa pendidikan Islam
merupakan sarana dan upaya yang strategis dalam rangka menyelamatkan umat
Islam dari kungkungan pemikiran statis menuju kemerdekaan berfikir yang
dinamis.
2. Tujuan Pendidikan Islam.
Rumusan tujuan pendidikan merupakan
pembaharuan dari tujuan pendidikan pesantren yang hanya bertujuan untuk
menciptakan individu yang salih dan mendalami ilmu agama. Di dalam system
pendidikan pesantren tidak diajarkan sama sekali pelajaran dan pengetahuan umum
serta menggunakan tulisan latin. Semua kitab dan tulisan yang diajarkan
menggunakan bahasa dan tulisan Arab.
Sebaliknya, pendidikan sekolah model
Belanda merupakan pendidikan “sekuler” yang di dalamnya tidak diajarkan ilmu
agama sama sekali. Pelajaran di sekolah ini menggunakan huruf latin. Akibat
dualisme pendidikan tersebut dilahirkan dua kutub inteligensia; lulusan
pesantren yang menguasai agama tetapi tidak menguasai ilmu umum dan lulusan
sekolah Belanda yang menguasai ilmu umum tetapi tidak menguasai ilmu agama.
Melihat ketimpangan itu KH. Ahmad
Dahlan berpendapat bahwa tujuan pendidikan yang sempurna adalah melahirkan
individu yang utuh menguasai ilmu agama dan ilmu umum, material dan spiritual
serta dunia dan akhirat. Bagi beliau keduanya tersebut merupakan sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dalam pandangan K.H. Ahmad Dahlan, adalah melahirkan manusia-manusia baru
yang siap tampil sebagai
insan ulama-intelek dan intelek-ulama, yakni manusia
baru yang memiliki keteguhan iman dan pengetahuan agama yang begitu
luas serta memiliki keterampilan dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, dan
juga kuat jasmani dan ruhaninya.
3.
Dasar
atau landasan pendidikan Islam.
K.H. Ahmad Dahlan bahwa dasar atau
landasan pendidikan Islam harus kembali pada sumber primer umat Islam,
yakni Al-Qur’an dan Hadis (sunnah Rasul).
4.
Materi
Pendidikan
Berangkat dari tujuan pendidikan
tersebut, K.H.Ahmad Dahlan berpendapat bahwa kurikulum atau materi pendidikan
hendaknya meliputi:
a. Pendidikan moral akhlaq, yaitu sebagai usaha menanamkan karakter manusia yang baik
berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadaran
individu yang utuh, yang berkeseimbangan antara perkembangan mental dan
jasmani, antara keyakinan dan intelek, antara perasaan dan akal pikiran serta
antara dunia dan akhirat.
c. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesediaan
dan keinginan hidup bermasyarakat.
Meskipun demikian, K.H.Ahmad Dahlan belum memiliki konsep kurikulum dan
materi pelajaran yang baku.
5.
Metode pembelajaran
Di dalam menyampaikan pelajaran
agama, K.H Ahmad Dahlan tidak menggunakan pendekatan yang tekstual tetapi
kontekstual. Disamping menggunakan penafsiran yang kontekstual, beliau berpendapat
bahwa pelajaran agama tidak cukup hanya dihafalkan atau dipahami secara
kognitif, tetapi harus diamalkan sesuai situasi dan kondisi.
6. Pembaharuan oleh K.H. Ahmad Dahlan dalam sistem pendidikan Islam.
K.H. Ahmad Dahlan membawa pembaruan dalam bentuk kelembagaan pendidikan,
yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah, antara lain:
a) Memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau madrasah.
Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem
pendidikan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus,
memberi pelajaran agama di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan
sekolah-sekolah sendiri di mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama
diajarkan. Kedua tindakan
itu sekarang sudah menjadi fenomena umum. Yang pertama sudah
diakomodir negara dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan
Islam lain.[6]
b) Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran.
Mengadopsi Substansi dan Metodologi Pendidikan Modern Belanda dalam
Madrasah-madrasah Pendidikan Agama. Beberapa komponen pendidikan yang
dipakai oleh lembaga pendidikan Belanda, K.H. Ahmad Dahlan dapat menyerap dan
kemudian dengan gagasan dan praktek
pendidikannya dapat menerapkan metode pendidikan yang dianggap baru saat itu ke
dalam sekolah yang didirikannya dan madrasah-madrasah tradisional. Metode yang
ditawarkan adalah sintesis antara metode pendidikan modern Barat dengan
tradisional.
Metode pembelajaran yang dikembangkan K.H. Ahmad Dahlan
bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Beliau
menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai
santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya kita memperhatikan dan
menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu
mengamalkan perintah itu baru diganti surat berikutnya.
c) Mengajarkan sikap hidup terbuka dan toleran dalam pendidikan.
Pribadi K.H. Ahmad Dahlan adalah pencari
kebenaran hakiki yang menangkap apa yang tersirat dalam tafsir Al-Manaar
sehingga meskipun tidak punya latar belakang pendidikan Barat tapi ia membuka
lebar-lebar gerbang rasionalitas melalui ajaran Islam sendiri, menyerukan
ijtihad dan menolak taqlid. Dia dapat
dikatakan sebagai suatu “model”dari bangkitnya sebuah generasi yang
merupakan “titik pusat” dari suatu pergerakan yang bangkit untuk
menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi golongan Islam yang berupa ketertinggalan
dalam sistem pendidikan dan kejumudan paham agama Islam.
K.H. Ahmad Dahlan juga ingin memodernisasi sekolah keagamaan
tradisional. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan Islam, K.H. Ahmad Dahlan
mendirikan sekolah Muallimin dan Muallimat, Muballighin dan Muballighat. Dengan
demikian diharapkan lahirlah kader-kader Muslim sebagai bagian inti program
pembaruannya yang bisa menjadi ujung tombak gerakan Muhammadiyah dan membantu
menyampaikan misi-misi dan melanjutkannya di masa depan.
K.H. Ahmad Dahlan juga bekerja keras
meningkatkan moral dan posisi kaum perempuan dalam kerangka Islam sebagai
instrument yang efektif dan bermanfaat di dalam organisasinya karena perempuan
merupakan unsur penting berkat bantuan istri dan koleganya sehingga
terbentuklah Aisyiah. di tempat-tempat tertentu, dibukalah masjid-masjid khusus
bagi kaum perempuan, sesuatu yang jarang ditemukan di Negara-negara Islam lain
bahkan hingga saat ini. K.H. Ahmad
Dahlan juga membentuk gerakan pramuka Muhammadiyah yang diberi nama Hizbul
Watan.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas, K.H. Ahmad Dahlan berprinsip Islam
harus mampu menjawab tangtangan zaman. Tujuan
pendidikan yang sempurna adalah melahirkan individu yang utuh menguasai ilmu
agama dan ilmu umum, material dan spiritual serta dunia dan akhirat. Membawa pembaruan dalam bentuk
kelembagaan pendidikan, yang semula sistem pesantren menjadi sistem sekolah,
antara lain:
1) Memasukkan pelajaran umum kepada sekolah-sekolah keagamaan atau madrasah;
2) Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran;
3) Dari yang semula menggunakan metode weton dan sorogan
menjadi lebih bervariasi;
4) Mengajarkan sikap hidup terbuka dan toleran dalam pendidikan;
5) Dengan Muhammadiyahnya berhasil mengembangkan lembaga pendidikan yang
beragam dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi dan dari yang berbentuk
sekolah agama hingga yang berbentuk sekolah umum;
6) Berhasil memperkenalkan manajemen pendidikan modern ke dalam sistem
pendidikan yang dirancangkannya.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar