A.
Pendahuluan
Salah
satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam rangkaian
proses pembelajaran adalah melakukan evaluasi guna mengetahui
perkembangan hasil belajar siswa dan ketercapaian/taraf serap materi pelajaran.
Guru harus tahu sejauh mana pembelajar (learner) telah memahami bahan yang
diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan
instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat
dinyatakan dengan nilai.
Untuk
keperluan evaluasi diperlukan alat evaluasi. Banyak ragam alat evaluasi
diantaranya kuesioner, tes, skala, observasi, dan lain-lain. Dari sekian banyak
alat evaluasi, secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni alat tes dan
non tes. Khusus untuk evaluasi hasil pembelajaran alat evaluasi yang paling
banyak digunakan adalah tes.
B.
Pembahasan
Pada
dasarnya tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan, digunakan
untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang. Sebagai
alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi
mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat
ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat
seseorang atau sekelompok orang. Tes merupakan alat ukur yang standar dan
obyektif sehingga dapat digunakan secara luas untuk mengukur dan membandingkan
keadaan peserta didik. Dengan demikian sudah dapat dipastikan bahwa tes akan
mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak
diukur, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Sebuah
test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur apabila memiliki kriteria:
Sebuah alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat
pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Suatu tes
dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes itu betul-betul
dapat mengukur prestasi belajar sesuai keadaan sebenarnya. Jika data yang
dihasilkan dari sebuah instrumen valid, maka data yang diperoleh pasti dapat
memberikan gambaran secara benar sesuai kenyataan/keadaan sesungguhnya.
2. Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliable yang berarti dapat
dipercaya. Reliabilitas suatu tes menunjukan derajat ketetapan, keterandalan
atau kemantapan (the level of consistency) tes yang bersangkutan dalam
mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut diberikan
kepadanya pada waktu yang berbeda, atau dengan tes yang pararel (eukivalen)
pada waktu yang sama. Dengan kata lain sebuah tes dikatakan reliable apabila
hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan, atau konsisten.
Artinya, siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap
siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya.
Contoh:
TABEL
NILAI TES PERTAMA DAN KEDUA
Nama Siswa
|
Waktu Tes
|
Ranking
|
|
Pengetesan
Pertama
|
Pengetesan
Kedua
|
||
Egan
|
7
|
8
|
3
|
Hisyam
|
5.5
|
6.2
|
5
|
Nada
|
8
|
9
|
2
|
Zahran
|
5
|
6
|
6
|
Najma
|
6
|
7
|
4
|
Lulla
|
8.5
|
9.3
|
1
|
Walaupun hasil tes pada pengetesan kedua hasilnya lebih baik,
namun karena kenaikan ini terjadi pada semua siswa, maka dapat dikatakan bahwa
tes yang digunakakan memiliki reliabilitas yang tinggi.
3. Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam
melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi. Hal ini
terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka
obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas
menekankan ketetapan dalam hasil tes. Faktor yang mempengaruhi subjektivitas
dari sebuah tes adalah:
a) Bentuk Tes
Subyektivitas
sering kali muncul pada tes yang berbentuk uraian, karena adanya kemungkinan
penilai memberikan penilaian menurut caranya sendiri. Oleh karena itu, apabila
guru ingin menggunakan tes bentuk uraian, hendaklah guru tersebut membuat
pedoman skoring terlebih dahulu. Dengan demikian subyektifitas penilaian dapat
dihindari. Buatlah rubrik penilaian yang jelas, sesuai dengan kriteria yang
akan diukur.
b) Penilai
Subyektivitas dapat pula
terjadi karena adanya pengaruh faktor: kesan penilai terhadap siswa, tulisan,
bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan penilai, dll. Untuk itulah, guru harus
tetap berpegang pada kriteria penilaian yang telah disusun.
Munculnya faktor subyektifitas inilah yang kemudian
menimbulkan kecenderungan penggunaan tes bentuk obyektif, dan menghindari tes
bentuk uraian.
4. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi
apabila tes itu bersifat praktis, mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang
praktis adalah tes yang:
a) Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang banyak dan
memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang
dianggap mudah.
b) Mudah memeriksanya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan
kunci jawaban dan pedoman skoring. Untuk tes bentuk obyektif, pemeriksaan akan
lebih mudah jika siswa mengerjakan dalam lembar jawab tersendiri (terpisah
dengan lembar soal).
c) Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga tes
dapat dilakukan oleh siapa pun (tidak perlu diberikan oleh guru yang membuat
tes tersebut).
5. Ekonomis
Maknanya adalah bahwa tes yang dilaksanakan tidak membutuhkan
ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik ketika
memproduksi maupun melaksanakan dan mengolah hasilnya.
Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tersebut,
sewajarnya dapat dihasilkan alat tes (sosal-soal) yang berkualitas yang
memenuhi syarat-syarat sbb:
a) Shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan
tujuan.
b) Relevan, dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
c) Spesifik, soal yang dibuat hanya akan dapat dijawab oleh peserta
didik yang betul-betul belajar dengan rajin.
d) Tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda), harus ada acuan
yang jelas, tugas ditulis dengan konkret, point apa yang harus dijawab oleh
siswa, sehingga jelas batasan tentang jawaban siswa yang dapat dianggap
lengkap.
e) Representatif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan.
f) Seimbang, dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang
tidak penting tidak selalu perlu.
Meskipun
tes telah disusun dan dilakukan berdasarkan aturan dan prosedur yang baik,
namun tes itu sendiri mengandung beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan.
Gilbert Sax mengatakan bahwa tes setidaknya memiliki kelemahan sbb:
a) Tes dapat menimbulkan kecemasan pada diri siswa, sehingga
kondisi ini dapat mempengaruhi hasil tes.
b) Adakalanya tes secara psikologis memberikan dampak yang kurang
baik bagi siswa karena hasil tes yang tidak sesuai dengan harapan siswa.
c) Tes cenderung menghasilkan pengkategorian secara permanent pada
diri siswa (jika hasil tes menunjukkan Fawzia adalah anak yang kurang pandai,
maka predikat “kurang pandai” ini sukar sekali diubah jika tidak ada perubahan
hasil tes berikutnya dengan hasil yang mencolok).
d) Terkadang tes tidak merepresentasikan kepandaian seseorang.
Siswa yang terlalu hati-hati dalam menelaah soal tes, seringkali kehabisan
waktu untuk menyelesaikan soal. Akibatnya nilai tes yang diperoleh rendah.
Sebaliknya, siswa yang membaca soal secara sepintas, mampu menyelesaikan tes
meski mungkin jawabannya hanyalah sekedar menebak dan kebetulan “benar”.
e) Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas,
sementara ada sifat-sifat manusia yang lebih cocok dinilai dengan pengamatan
penerapan sikap yang diharapkan (secara aplikatif).
Daftar Pusataka
Arikunto,
Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Media Pers
0 komentar:
Posting Komentar