BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Dalam masyarakat kita di Indonesia ini
berkembang bermacam ragam aliran yang berkenaan dengan masalah fiqh. kendatipun
mayoritas ummat Islam mengaku bermazhab Syafi’i, tetapi mazhab lainpun sedikit
banyaknya ada pengaruhnya terhadap ummat Islam di sini. Pemikiran ini
didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang terjadi dalam masyarakat kita
sehari-hari, bahwa ada saja terlihat perbedaan pendapat yang berkenaan dengan
masalah furu’ (cabang), baik mengenai ibadah, muamalah, dan lain-lain.
Salah satu syarat sah nikah adalah saksi.
Sehubungan dengan persaksian dalam akad nikah ada beberapa hal yang akan
dibahas, seperti kedudukan persaksian dalam akad nikah dan lain-lainnya yang
berkaitan dengan saksi dalam bingkai perbandingan mazhab..
B.
TUJUAN
Untuk mengetahui perbandingan empat mazhab terkait
persaksian dalam pernikahan, sehingga kita dapat memahami dan menerima
perbedaan yang ada. Selain itu makalah ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas
mata kuliah perbandingan mazhab selanjtunya dapat digunakan sebagai bahan
persentasi kelas.
BAB
II
PEMBAHASAN
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para
ulama bahwa akad nikah itu perlu diketahui oleh umum. Perbedaan pendapat mereka
terletak pada hal-hal berikut:
A.
Kedudukan Pemberitahuan Akad Nikah
Memberitahukan suatu akad nikah, apakah
merupakan syarat sah akad nikah atau tidak, terdapat dua perbedaan di kalangan
ulama, yaitu:
1.
Memberitahukan suatu akad nikah adalah syarat sah akad
nikah tersebut. Demikian menurut Sahabat dan Jumhur Ulama.
2.
Memberitahukan suatu akad nikah tidak menjadi syarat
sahnya akad nikah tersebut. Demikian menurut Abu Saur, Ibnu Munzir, Imam Ahmad
menurut suatu riwayat, Az-Zahiriyah, Imamiyah, Ibnu Abi Laila, Usman al-Batti (
dari kalangan hanafiyah), dari kalangan Sahabat antara lain: Ibnu Umar, Hasan
Bin Ali, Ibnu Zubair; dari kalangan Tabi’in: Salaim dan Zuhri.
Dalil-dalil yang dipegang oleh golongan kedua
adalah sebagai berikut:
a.
Firman Allah Swt.
...فَاْنكِحُوااْمَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ...
“Nikahilah wanita-wanita yang baik bagimu..”
(QS. An-Nisa’:3)
Dalam ayat ini perintah nikah tidak digantungkan pada adanya saksi.
b.
Firman Alllah Swt.
وَاْنكِحُوااْلأَ
يَّمَى مِنْكُمْ
“nikahkanlah orang-orang sendirian diantara
kamu (QS. An-Nur: 32)
Dalam ayat ini juga tidak disebutkan perlu
adanya saksi dalam akad nikah. Jadi, jelaslah bahwa mensyaratkan saksi untuk
sahnya akad nikah adalah menambah-nambahkan sesuatu yang tidak ada dalam
al-Qur’an.
B.
Cara Pemberitahuan Suatu Akad Nikah
Mengenai masalah ini juga terdapat pula
perbedaan pendapat atas dua golongan:
1.
Adanya para saksi ketika berlangsungnya akad nikah.
Demikian menurut jumhur ulama. Dalil yang dipegang oleh golongan jumhur ulama
adalah sebgai berikut:
a.
Hadis Nabi Saw.
لَانِكَحَ إلَّا بِوَلِّى وَشَاهِدَى عَدْلٍ
“Tidak sah nikah tanpa wali dan dua orang
saksi yang adil” (HR. Ibnu Hibban 1247).[1]
Jelas hadis ini
meniadakan sahnya sesuatu akad nikah yang dilangsungkan tanpa saksi.
b.
Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi dari Ibnu
Abbas ra.:
“Permpuan-perempuan tuna susila ialah mereka
yang menikahkan diri mereka tanpa keterangan ( tanpa ada pembuktian).”
Jelas, hadis ini menghendaki adanya
saksi-saksi ketika akad nikah.
Dengan demikian terhindarlah kemungkinan
adanya tuduhan-tuduhan berlaku serong terhadap orang yang sudah menjadi suami
isteri, atau adanya keingkaran tenta ng terjadunya suatu akad nikah, yang akan
merugikan terhadap diri anak yang dilahirkan dari akad nikah tersebut, atau
menyulitkan dalam soal pewarisan.
2.
Cara pemberitahuan akad nikah dapat dilakukan dengan apa
saja asalkan dapat diketahui oleh orang lain sebelum suami melakukan dukhul
(persetubuhan). Demikan menurut imam malik dengan dalil sebagai berikut:
a.
Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi dari
‘Aisyah:
“Beritahukanlah (siarkanlah) akad nikah itu
dan untuk itu tabuhlah gendang.”
Hadis ini jelas menunjukkan bahwa
pemberitahuan tentang berlangsungnya akad nikah boleh dengan jalan apa saja
yang antara lain dengan memukul gendang.
b.
Menurut ratio bahwa yang dituju oleh akad nikah adalah
halalnua persetubuhan. Persetubuhan yang diharamkan adalah dengan jalan zina,
yaitu yang dilalukan dengan cara rahasia karena takut diketahui orang.
Persetubuhan yang dilakukan dengan jalan nikah adalah halal. Oleh karena itu
perlu diketahui oleh orang lain dengan jalan pemberitahuan sebelum terjadinya
persetubuhan sesudah berlangsunya akad nikah.
C.
Beberapa Hal Sekitar Saksi Akad Nikah
1.
Persyaratan saksi laki-laki
Mengenai masalah ini terdapat perbedaan
pendapat diantara ulama atas tiga golongan, yaitu:
a.
Bahwa saksi-saksi itu disyaratkan laki-laki semuanya.
Demikian menurut an-Nakha’I, Auza’I, imam ahmad, dan imam Syafi’i.
b.
Saksi-saksi nikah boleh seorang laki-laki dan dua orang
wanita. Demikian menurut mazhab Hanafi, Zaidiyah, dan suatu riwayat dari imam
Ahmad.
c.
Saksi-saksi akad nikah itu boleh empat orang wanita, atas
dasar setiap dua orang wanita menempati seorang laki-laki.
2.
Hubungan kekerabatan dan permusuhan saksi
Dalam masalah ini terdapat perbedaan pendapat
di kalangan para ulama atas dua golongan sebagai berikut:
a.
Sah saksi akad nikah yang orangnya mempunyai hubungan
kekeluargaan atau permusuhan. Demikian menurut mazhab Hanafi, Zaidiyah, dan
suatu riwayat dari Imam Ahmad, serta mazhab Syafi’I menurut suatu qaul.
b.
Tidah sah saksi akad nikah yang orangnya mempunyai/ada
hubungan kekeluargaan atau hubungan permusuhan. Demikian menurut Imam Ahmad
dalam suatu riwayat dan suatu qaul dari Syafi’i.
3.
Keadilan saksi
Dalam masalah ini ini terdapat perbedaan
pendapat para ulama atas dua golongan, yaitu:
a.
Sifat adil adalah syarat sahnya saksi. Demikian menurut
mazhab Syafi’I, sebgian dari Zaidiyah, dan suatu riwayat dari imam Ahmad.
b.
Sifat adil tidak menjadi syarat sahnya saksi. Demikian
menurut mazhab Hanafi, sebagian mazhab Zaidiyah dan suatu riwayat dari imam
Ahmad.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pernikahan tidak sah kecuali ada saksi.
Demikian menurut pendapat Hanafi,Syafi’i dan Hambali. Maliki bertentangan:
Pernikahan tetap sah meski tidak ada saksi. Namun, Maliki mewajibkan adanya
pengumuman pernikahan. Dengan demikian, jika terjadi akad nikah secara rahasia
dan disyaratkan itu diumumkan, maka pernikahan tersebut menjadi batal. Demikian
menurut pendapat Maliki.
Jumhur ulama selain Malikiyah berpendapat,
bahwa kesaksian itu diperlukan pada saat akad nikah, agar saksi itu mendengar
pada saat ijab dan qabul. Sekiranya berlangsung akad nikah tanpa saksi, maka
fasidlah nikah itu, sebagaimana hadits Dara Quthny dan Ibnu Hibban yang telah
disebutkan. Menurut lahiriah hadits itu, pada saat akad nikah diperlukan saksi
itu.
Hanafiah mengatakan, karena saksi termasuk
rukun nikah, maka disyaratkan keberadaannya pada saat akad nikah. Sedangkan
Malikiyah mempunyai pandangan lain, bahwa saksi memang menjadi syarat sah
nikah, tetapi kehadirannya boleh pada saat akad nikah dan boleh pula disaksikan
pada waktu lain seperti pada saat resepsi, asal sebelum bercampur kedua
mempelai.
B.
SARAN-SARAN
Kita harus selalu meningkatkan keilmuan kita dalam
memahami Islam, dalam hal ini perbandingan mazhab agar kita bisa hidup damai
dan tentram dalam perbedaan tetapi harus tetap menunjukkan karakter Islam yang
sebenarnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Bugha, Musthafa. 2010. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hokum-Hukum
Islam Madzhab Syafi’i. Solo: Media Zikir
Hosen Ibrahim. 2003. Fiqh Perbandingan Dalam Masalah Pernikahan. Jakarta: Pustaka
Firdaus
Muhammad, Allamah. 2013. Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi
[1]
DR. Musthafa dib al-Bugha. Fikih Islam
Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafi’i. h. 352-353
0 komentar:
Posting Komentar