BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam
dapat dilihat dari Al Qur’an yang merupakan
sumber hukum dan pedoman
hidup bagi setiap muslim. Didalam Al Qur’an juga mencangkup
ayat-ayat tentang pendidikan atau tarbiyah, baik secara tersirat maupun
tersurat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi
Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan
yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran
(intruction). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep
pembelajaran berakar pada pihak pendidik.
Mengajar merupakan
istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan
karena keeratan hubungan antara keduanya.
Metodologi mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara/mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motorik dan gaya hidupnya.
Metodologi mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara/mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motorik dan gaya hidupnya.
B.
TUJUAN
1.
Membahas serta mengkaji mengenai ayat-ayat
Al-Qur’an yang berhubungan dengan Metode pengajaran, yaitu Surat Al-Maidah ayat
67, Al-Nahl ayat 125, Al-A’raaf ayat 176-177,dan Ibrahim ayat 24-25.
2. Mengetahui Asbabun
Nuzul dan tafsir dari ayat-ayat tersebut.
3. Menjelaskan nilai-nilai tarbawy yang terkandung dalam ayat-ayat
yang dibahas tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TEKS AL QURAN DAN TERJEMAHANNYA
a.
QS. Al-Maidah/5: 67
يَا
أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ ۖ وَإِنْ لَمْ
تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ ۚ وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ ۗ
إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ
“Hai Rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu
kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan
amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”. (QS: Al-Maidah Ayat:
67)
b.
QS. Al-Nahl/16: 125
ادْعُ
إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ
وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ
ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS: An-Nahl Ayat: 125)
c.
QS. Al-A’raf/7: 176-177
وَلَوْ
شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ
هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ
تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan kalau Kami menghendaki,
sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia
cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka
perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan
jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah
(kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” (QS:
Al-A'raf Ayat: 176)
سَاءَ
مَثَلًا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَأَنْفُسَهُمْ كَانُوا
يَظْلِمُونَ
Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami
dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (QS:
Al-A'raf Ayat: 177).
d. QS. Ibrahim/14: 24-25
أَلَمْ
تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ
أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana
Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik,
akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit,” (QS:
Ibrahim Ayat: 24)
تُؤْتِي
أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ
لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
“Pohon itu
memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS: Ibrahim Ayat: 25)
B.
ASBABUN NUZUL
1.
QS. Al-Maidah/5: 67
Abu Hurairah (RA)
menuturkan bahawa ketika Rasulullah SAW beserta para sahabatnya tiba di sebuah
desa, mereka (para sahabat) melihat sebatang pohon besar untuk berteduh, dan mereka
menyarankan kepada Nabi SAW untuk berteduh di bawahnya untuk sesaat. Nabi
SAW pun mengiyakan saran para sahabatnya, dan tidur di bawahnya, sedang para
sahabat tidur di tempat lain. Saat Nabi SAW sedang tertidur kerana istirahat, tiba-tiba datang seorang
badui dengan menghunus pedang dan membangunkan Nabi SAW sambil berkata,
"Wahai Muhammad, sekarang katakan padaku, siapa yang dapat menyelamatkanmu
dariku?" Beliau menjawab, "Allah." Maka turunlah ayat di atas.
(Hadis hasan, riwayat Ibnu Hibban).
2.
QS. Al-Nahl/16: 125
Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab
an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa
ayat ini turun setelah Rasulullah SAW. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang
syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di
Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah SAW, untuk melakukan gencatan senjata
(muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan
adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
3.
Q.S. Al
- A’raaf [7] :
176 – 177
Terdapat riwayat yang mengatakan
bahwa dia adalah seorang laki-laki dari bani Israel yang bernama
Bal’am bin Ba’ura’. Riwayat lain mengatakan bahwa orang itu adalah seorang
laki-laki dari Palestina yang dictator. Riwayat lain juga mengatakan bahwa dia
adalah orang Arab yang bernama Umayyah
bin Shalt. Adapula riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah seseorang
yang hidup sezaman dengan masa Rasulullah, yang bernama Amir al-Fasik. Dan, ada
pula riwayat yang mengatakan bahwa orang tersebut semasa dengan Nabi Musa
a.s. Ada lagi riwayat yang mengatakan bahwa dia hidup sepeninggal
Nabi Musa a.s , yaitu sezaman dengan Yusya’ bin Nun yang memerangi para
dictator bani Israel sesudah mereka kebingungan dan terkatung-katung di padang
pasir selama empat puluh tahun. Yakni, sesudah bani Israel tidak mau memenuhi
perintah Allah untuk memasukinya dan berkata kepada Nabi Musa a.s.,”Maka
pergilah engkau bersama Tuhanmu, lalu perangilah mereka, sedang kami menunggu
di sini.”
Diriwayatkan juga di dalam menafsirkan ayat-ayat yang
diberikan kepadanya bahwa ayat-ayat itu adalah nama Allah yang teragung. Orang
itu berdo’a dengan menyebutnya, lalu dikabulkan do’anya. Sebagaimana juga ada
riwayat yang mengatakan bahwa ayat – ayat itu adalah kitab suci yang
diturunkan, sedang dia adalah seorang Nabi. Setelah itu, terdapat keterangan
yang berbeda-beda mengenai perincian cerita tersebut.
4.
Q.S.
Ibrahim [14] : 24-25
Berdasar satu
riwayat yang menyatakan (‘Abdullah) putra ‘ Umar ra. Berkata bahwa suatu ketika
kami berada di sekeliling Rasulullah SAW., lalu beliau bersabda :” Beritahulah
aku tentang sebuah pohon yang serupa dengan seorang muslim,
memberikan buahnya pada setiap musim! “ Putra ‘Umar berkata: “Terlintas dalam
benakku bahwa pohon itu adalah pohon kurma, tetapi aku lihat Abu Bakar dan Umar
tidak berbicara, maka aku segan berbicara.”Dan seketika Rasul SAW.,
tidak mendengar jawaban dari hadirin, beliau bersabda: “Pohon itu
adalah pohon kurma”. Setelah selesai pertemuan dengan Rasul SAW itu, aku
berkata kepada (ayahku) ‘Umar: ”Hai
Ayahku! Demi Allah telah terlintas dalam benakku bahwa yang dimaksud adalah
pohon kurma. “Beliau berkata:
“Mengapa engkau tidak menyampaikannya?”Aku menjawab: “Aku tidak melihat seorang
pun berbicara, maka aku pun segera berbicara.” ‘Umar ra. Berkata
:”Seandainya engkau menyampaikannya maka sungguh itu lebih kusukai dari ini dan
itu.”HR.Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan lain-lain.
C.
TAFSIR
1.
QS. Al-Maidah ayat 67
Kisah ini diceritakan sangat indah oleh Ibnu Katisr
dalam menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 67 ini. Beliau menguraikan : Pada
awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian. Namun karena ada
dukungan lansung dari Allah maka keberanian itu muncul. Dukungan dari Allah sebagai pihak pemberi wewenang
menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam menyampaikan risalah. Nabi
tidak sendirian, di belakangnya ada semangat “Agung”, ada pemberi motivasi yang
sempurna yaitu Allah SWT. Begitu pun dalam proses pembelajaran harus ada
keberanian, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi
sebagai pewarisan nilai merupakan amanat agung yang harus diberikan. Bukankah
nabi berpesan ; “yang hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir” .
Sehingga
Allah berfirman sebagai penegasan dukungan keselamatan :
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ = Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ = Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
2.
QS. Al-Nahl/16: 125
Tafsir
Al-Jalaalayn
“Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan Rabb-mu (agama-Nya) dengan
hikmah (dengan al-Quran) dan nasihat yang baik (nasihat-nasihat atau perkataan
yang halus) dan debatlah mereka dengan debat terbaik (debat yang
terbaik seperti menyeru manusia kepada Allah dengan ayat-ayat-Nya dan menyeru
manusia kepada hujah). Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah Yang
Mahatahu, yakni Mahatahu tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia
Mahatahu atas orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Maka Allah membalas
mereka. Hal ini terjadi sebelum ada perintah berperang. Ketika
Hamzah dibunuh (dicincang dan meninggal dunia pada Perang Uhud)”
3.
QS. Al-Araf 167-168
Kedua ayat ini
menguraikan keadaan siapapun yang melepaskan diri dari pengetahuan yang telah
dimilikinya. Allah SWT menyatakan bahwa sekiranya Kami menghendaki, pasti Kami
menyucikan jiwanya dan meninggikan derajatnya dengannya yakni melalui
pengamalannya terhadap ayat-ayat itu, tetapi dia mengekal yakni cenderung
menetap terus menerus di dunia menikmati gemerlapnya serta merasa bahagia dan
tenang menghadapinya dan menurutkan dengan antusias hawa nafsunya yang rendah,
maka perumpamaannya adalah seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.
Kedua ayat diatas
juga memberikan perumpamaan orang yang ber pengetahuan, sampai-sampai
pengetahuan itu melekat pada dirinya seperti melekatnya kulit pada dagingnya.
Namun dia menguliti dirinya dengan melepaskan tuntunan pengetahuannya. Dia
diibaratkan seekor anjing yang terengah-engah sambil menjulurkan lidahnya.
Biasanya yang terengah-engah adalah yang letih atau kehausan membutuhkan air,
tetapi anjing terengah-engah bukan hanya ketika letih ataupun haus, tapi
sepanjang hidupnya dia selalu demikian. Sama dengan orang yang memperoleh
pengetahuan tetapi terjerumus mengikuti hawa nafsunya. Seharusnya pengetahuan
tersebut membentengi dirinya dari perbuatan buruk.
Dari Ayat tersebut
juga bisa jadi tinjauan kita menggunakan metode menakut-nakuti dan memikirkan
Nikmat ini telah memfokuskan perhatian mereka terhadap apa yang mereka rasakan
berupa nikmat ditempatkannya dimuka bumi, dan dijadikannya bumi itu sebagai
tempat tinggal mereka yang dilengkapi berbagai pemenuhan kebutuhan pokok dan
kesempurnaan manusia.
4.
QS. Ibrahim
Kedua ayat diatas
mengajarkan kepada semua ummat agar membiasakan dari menggunakan ucapan yang
baik, yang berfaedah bagi dirinya dan bermanfaat bagi orang lain. Ucapan
seseorang menunjukkan watak dan kepribadiannya serta adab dan sopan santunnya.
Sebaliknya, setiap muslim harus menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok, yang
dapat menimbulkan kemarahan, kebencian, permusuhan dan menyinggung perasaan
atau menimbulkan rasa jijik bagi yang mendengarnya.
Demikian pula halnya
kata-kata yang baik yang kita ucapkan kepada orang lain, misalnya dalam
memberikan Ilmu pengetahuan yang berguna, manfaatnya akan didapat oleh orang
banyak. Dan setiap orang yang memperoleh Ilmu dari seorang guru haruslah
bersyukur kepada Allah karena pada hakikatnya ilmu yang telah diperolehnya
melalui karunia dan rahmat Allah SWT.
D.
NUANSA PENDIDIKAN/ NILAI TARBIYAH
1. Surat Al-Maidah ayat 67
Nilai
tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas, yaitu bahwa metode tabligh adalah suatu metode yang dapat
diperkenalkan dalam dunia paendidikan modern. Yaitu suatu metode pendidikan dimana guru tidak sekadar menyampaikan
pengajaran kepada murid, akan tetapi dalam metode itu terkandung beberapa
persyaratan guna terciptanya efektivitas proses belajar mengajar. Beberapa
persyaratan yang dimaksud
adalah :
a) Aspek kepribadian guru yang selalu menampilkan sosok uswah
hasanah, suri tauladan yang baik bagi murid-muridnya.
b) Aspek kemampuan intelektual yang memadai.
c) Aspek penguasaan metodologis yang cukup sehingga mampu meraba
dan membaca kejiwaan dan kebutuhan murid-muridnya.
d) Aspek spiritualitas dalam arti pengamal ajaran Islam
yang istiqomah.
Apabila
keempat persyaratan di atas dipenuhi oleh seorang guru, maka
materi yang disampaikan kepada murid akan merupakan qoulan
baligha, yaitu ucapan yang komunikatif dan efektif.
2. Surat An-Nahl ayat 125
Nilai
tarbawiyah yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas menyangkut metode atau
cara melakukan dakwah. Ayat tersebut juga mengisyaratkan adanya tiga tipologi
manusia dalam kaitannya dengan penyikapan terhadap dakwah dan pendidikan, yaitu
:
a. Mereka yang dengan segala kemampuan nalar dan nuraninya selalu
berusaha menemukan kebenaran sejati, untuk mengajak dan mendidik manusia dalam
tipe ini cukup dengan metode al-hikmah.
b. Mereka yang dengan keluguannya atau karena keterbatasan
kemampuan berfikirnya selalu menerima taqlid dalam menerima
kebenaran. Untuk mengajak dan mendidik mereka ke jalan Allah swt lebih efektif
dengan metode al-mau’idhat al-hasanat.
c. Mereka yang dengan segala kecongkakannya selalu berusaha
menetang kebenaran. Bagi manusia dalam kelompok ini cara berdakwah dan
memberikan pendidikannya harus dengan cara jadal (adu argumentasi) tetapi
dengan cara-cara lunak dan santun.
Ketiga
tipologi tersebut akan ditemukan juga dari siswa oleh setiap guru di sekolah.
Ada anak yang kritis, yang baru akan menerima dan mengakui sesuatu yang
disampaikan guru kalau ia sudah betul-betul memahaminya. Ada juga anak-anak
yang selalu menerima apa yang disampaikan gurunya tanpa mau banyak bertanya ini
dan itu. Bahkan ada anak-anak yang selalu membangkang terhadap gurunya. Untuk
itu menghadapi ketiga tipologi anak tersebut seoran guru harus pandai memilih
metode pendidikan yang tepat.
3. Surat Al-A’raaf ayat 176-177
Nilai
tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas adalah bahwa Al-Qur’an
menyuguhkan Islam sebagai manhaj untuk bergerak. Juga untuk memandu
perjalanan manusia langkah demi langkah mendaki puncak tertinggi, sesuai dengan
program dan ketentuan-ketentuannya. Di tengah gerak riilnya, Islam membentuk
system kehidupan bagi manusia, membangun prinsip-prinsip syariatnya, dan
kaidah-kaidah ekonomi, social, dan
politik mereka. Kemudian dengan akalnya yang berpedoman pada Islam, manusia
menciptakan aturan-aturan hukum fikih, ilmu kealaman, ilmu jiwa, dan
semua kebutuhan hidup praktis mereka yang riil. Mereka menciptakannya, sedang
di dalam jiwanya terdapat kehangatan dan motivasi akidah, keseriusan
melaksanakan syariat dan merealisasikannya, dan kebutuhan-kebutuhan hidup riil
dengan arahan – arahannya.
Inilah
manhaj Al-Qur’an di dalam membentuk jiwa muslim dan kehidupan islami. Adapun
kajian teoritis yang semata-mata hanya kajian, maka yang demikian inilah ilmu
yang tidak dapat melindungi pemiliknya dari kecenderungan kepada kehidupan
dunia, dorongan hawa nafsu, dan godaan setan. Ilmu bukan semata-mata
pengetahuan. Tetapi, semestinya ia dapat menciptakan akidah yang hangat,
bersemangat, dan bergerak untuk mengimplementasikan petunjuknya di dalam hati
dan di dalam alam kehidupan.
4. Surat Ibrahim ayat 24-25
Nilai
tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas adalah bahwa perumpamaan
adalah salah satu metode yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan dan
pengajaran. Melalui ungkapan-ungkapan pemisalan, anak didik akan mudah memahami
materi pelajaran dan akan
lebih termotivasi untuk melakukan karya-karya nyata dan positif. Gambaran
perumpamaan pada ayat di atas tentang pohon bagus yang akarnya kokoh menancap
ke dasar bumi dan cabangnya menjulang ke angkasa untuk sebuah kalimah thayyibah,
bertujuan agar obyek yang diajak bicara lebih mudah memahami pentingnya
memiliki prinsip tauhid yang kuat dalam menempuh perjalanan kehidupan di dunia
ini.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Surat Al-Maidah ayat 67 :
Dalam ayat di atas
menjelaskan bahwa kita selaku umat nabi Muhammad S.A.W harus meniru dan mensuri
tauladani akhlak nabi Muhammad s.a.w, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun
dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi keluarga dan orang tua hendaklah mendidik
anaknya dengan cara meniru akhlak rosululloh sehingga terciptalah norma-norma
islam dan kepribadian dalam diri anak tersebut. Dalam
ayat ini menggunakan metode suri tauladan dalam ruang lingkup pendidikan.
2.
Surat Al-A’raf ayat 176-177
Dalam ayat tersebut diterangkan
bahwa bagi orang-orang yang mengamalkan ayat-ayat Allah akan di tinggikan
derajatnya, dan apabila bagi orang-orang yang tidak mengamalkan ayat-ayat Allah
karena cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa narfsunya. maka Allah tidak
akan memberikan hidayah baginya. Orang yang seperti itu diumpamakan seperti
seekor anjing apabila dihalau ia mengululurkan lidahnya dan apablia dibiarkan
ia mengulurkan lidahnya pula. Begitu hinanya orang yang tidak mengamalkan
ayat-ayat Allah sehingga Allah akan memberikan peringatan kepada orang yang
demikian itu. Dalam
ayat ini menggunakan metode cerita dalam ruang lingkup pendidikan.
3.
Surat Ibrahim ayat 24-25
Ayat tersebut di atas memberikan gambaran
kepada kita untuk merenungi dan mentafakuri ciptaan Allah agar dapat diambil
hikmah dan pelajarannya. Seperti ayat-ayat Allah yang memiliki
kandungan-kandungan makna yang tersirat. Dan metode pengajaran dalam ayat ini
adalah kontemplasi.
4.
Surat An-Nahl ayat 125
Dalam ayat di atas terdapat beberapa metode
pengajaran, yaitu :
a.
Metode hikmah (pelajaran).
b.
Metode nasihat yang baik
c.
Metode bantahan yang baik dan perkataan yang
lemah lembut
DAFTAR PUSTAKA
Quraish
Shihab,M. 2006. Tafsir Al-Misbah. Lentera Hati: Jakarta
http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/08/metode-pendidikan-dalam-kajian-tafsir.html
diakses tgl 1-3-2015 pukul 8:26
https://alfanarku.wordpress.com/2012/06/12/benarkah-al-maidah67-diturunkan-sebagai-dalil-penunjukkan-ali-radhiyallahu-anhu/ diakses tgl 28-02-2015 pukul 23:37
http://roeslihamzah.blogspot.com/2012/07/metode-pengajaran-dalam-al-quran.html
diakses tgl 1-3-2015 pukul 15:00
http://zhachiicweety.blogspot.com/2012/11/makalah-tafsir-surah-al-maidah-ayat-67.html
diakses tagl 28-02-2015
pukul 17:25
http://czifa24.blogspot.com/2012/12/tafsir-tarbawy-metode-pendidikan.html diakses tgl 28-02-2015 pukul 17:36
http://tokwae.blogspot.com/2013/01/asbabun-nuzul-ayat-67-surah-al-maidah.html
diakses tgl 1-3-2015 pukul 9:04
0 komentar:
Posting Komentar